Cerita Qur'ani 1

Suka duka menghafal Qur’an
(part 1)
Oleh:hafid ridwan

Kisah perjalanan penghafal Quran
  2010 di Ma’had Islamic Center bin baz, Yogyakarta
  

      Aku baru saja naik kelas 3 salafiyyah wustho, dan ketika itu sudah 2 tahun aku belajar di ma’had ini. Aku bertanya tanya, bisakah aku menghafal 30 juz alquran? selama 2 tahun menghafal, aku hanya bisa menghafal 7 juz saja. Kalau dihitung hitung, tidak mungkin aku bisa menyelesaikan 30 juz dalam waktu dekat. Bahkan, setelah lulus aliyah nanti, kemungkinan aku juga belum dapat menyelesaikan hafalan Alquran ini. Pupus sudah harapan menjadi seorang hafidz.


          Suatu ketika, seorang syaikh datang dari Aljazair. Saat pertama kali datang, beliau berkeliling melihat para santri sedang menghafal.Mendatangi beberapa halaqoh, berbincang sedikit, kemudian pindah ke halaqoh lain. Beliau juga sempat datang ke halaqoh ku,dan sempat menawari ku, apakah aku mau menjadi muridnya? Tentu saja. Beberapa hari kemudian, syaikh mengadakan seleksi. Pada saat itu, banyak sekali santri yang berminat menjadi murid beliau, termasuk aku. Ketika di tes, qodarullah, entah kenapa, hafalan yang ku siapkan hilang. Membaca pun terbata bata. Syaikh menyuruhku berhenti, menanyakan nama dan kota asal, dan mencatatnya. Ketika itu aku sudah pasrah, tapi Alhamdulillah allah memberikanku kesempatan untuk menghafal Alqur'an bersama beliau.


            Hari hari pertama belajar bersama syaikh tidaklah mudah. Berbeda dengan biasa nya. Kita tidak boleh melanjutkan hafalan, sebelum hafalan kita sebelum nya sudah benar benar baik. Ketika kita menyetorkan hafalan baru, apabila kita salah atau lupa satu kali saja, syaikh langsung berteriak “rruuh anta, ruuh. Rooji” (pergi kamu, pergi! Ulangi lagi). Sudah menghafal susah payah, hanya karena satu kesalahan saja kita langsung mundur dan disuruh mengulang dari awal. Belum lagi kalau muroja'ah, setiap hari setengah juz (5 lembar). Walaupun kita muroja'ah bersama teman, kita tidak boleh melihat mushaf sedikitpun. Yang setor, maupun yang menyimak. kalau keduanya lupa? ya harus bertanya kepada syaikh. Ya, begitulah metode beliau.


             Pada awalnya memang terasa sangat berat bagi kami, penuh perjuangan. Rata rata, santri yang masuk ke halaqoh beliau harus mengulang dari awal, dari nol. Padahal sudah ada yang 15 juz, 10 juz, tapi tetap saja harus mengulang dari awal, karena menurut beliau, hafalan mereka kurang bagus dan harus diulang. Kami tetap berusaha tegar, dan terus bersabar. Toh pada akhir nya, lama lama kami terbiasa dengan metode tersebut, dan menjalankan nya pun bukan hal yang berat lagi.
        

               Suatu ketika, ketika aku sedang menyetorkan hafalan baru kepada syaikh, tiba tiba beliau bertanya “ yaa Hafidz, apakah kamu percaya bahwa kamu bisa menyelesaikan hafalan alquran?” tidak syaikh,” jawabku, syaikh pun terdiam.


           Di akhir tahun tersebut, kami sebagai santri kelas tiga wustho harus melewati berbagai macam ujian. Apalagi ada ujian nasional dan walaupun kita sibuk mempersiapkan diri untuk ujian tersebut, kami tidak meninggalkan hafalan Alqur’an kami. Tetap nambah, tetap muroja'ah, sampai semua ujian berakhir dengan sukses, alhamdulillah.

Ma’had I’dad Muallimil Quran bil Ijazah

 
                Setelah ujian nasional, syaikh mengumumkan pada kami “Setelah kalian lulus nanti, jangan ke Aliyah dulu. Selesai kan hafalan  Alqur'an kalian selama setahun setahun, baru setelah itu kalian bisa melanjutkan ke aliyah.” Ternyata, syaikh berniat membangun sebuah pondok tahfidz alquran, dengan bantuan pondok ini. Ma’had I’dad Muallimil Quran bil Ijazah. Ma'had persiapan kader kader pengajar Alquran bersanad ( ijazah ). Hafal 30 juz, Mutqin, dan bisa mengajar dan Alquran dengan baik. Khoirukum man ta’allamal quraan wa’allamah. Sebaik baik kalian adalah yang mempelajari alquran dan mengajarkannya.

 
                    Kami harus minta izin orang tua masing masing terlebih dahulu, karena kalau kami masuk mahad tahfid, otomatis kami berhenti sekolah 1 tahun. Setahun penuh akan kami fokus kan untuk menghafal Alquran. Kami menelpon orang tua kami, berdiskusi, meminta restu. Ternyata, tidak semua diizinkan, ada beberapa orang tua yang kurang setuju kalau harus meninggalkan sekolah 1 tahun.Tapi Alhamdulillah, allah membuka hati kedua orang tua ku dan mereka mengizinkan ku untuk belajar bersama syaikh selama setahun.

 
                    Setelah kelulusan, teman teman melanjutkan sekolah mereka masing masing. Adapun kami, yang akan mengikuti program ma'had tahfid tidak tahu harus kemana. Kami hanya berlima, dam pada saat itu syaikh sedang pulang ke negara asalnya. Ditambah lagi, ada isu bahwa syaikh tidak akan kembali ke Indonesia lagi. Kami pun bingung, tapi ternyata kami tidak hanya 5 orang, ada kakak kakak kelas kami yang baru lulus aliyah, juga ingin mengikuti ma'had tahfidz. Kami pun sempat bertanya kepada mereka, ”apakah benar syaikh tidak akan kembali ke Indonesia?”
“tidak tahu”jawab mereka, ”kita lihat saja nanti, setelah lebaran, apakah syaikh kembali atau tidak. Kalaupun beliau kembali, maka kita akan sama sama menghafal Alquran. Kalau ternyata beliau tidak kembali, kita bisa melanjutkan pendidikan kita masing masing."

 
                       Bulan romadhon tiba. Saatnya kami pulang ke kampung halaman kami. Setelah lebaran kami kembali ke Jogja, dan betapa bahagianya kami ketika bertemu syaikh di ma'had. Itu berarti, beliau akan membimbing kami menghafal Alquran.

 
“syaikh, kami dengar syaikh tidak akan kembali ke Indonesia lagi.” kami bercerita kepada beliau saat beliau mengunjungi asrama kami.

 
“itu tidak benar, saya tidak pernah mengatakan begitu. Itu hanya isu. Buktinya saya kembali.” ujar beliau sambil tertawa.

 
                        Sebelum kami memulai hidup kami dengan menghafal Alquran di ma'had tahfidz, beliau menyampaikan tausiyyah dan menjelaskan  metode yang akan beliau terapkan. Beliau tidak bosan bosan nya mengingatkan kepada kami betapa agungnya kalamullah, keutamaan, dan keutamaan bagi orang -orang yang menjaganya. Beliau juga berpesan agar selalu tawadhu’ dan tidak sombong. Beliau berkata “Barang siapa yang tawadhu, rendah hati dan tidak sombong, maka Allah akan mengangkat derajat nya.”

 
                         Metode yang beliau terapkan disini tidak jauh beda dari tahun lalu, saat kami masih di salfiyyah wustho. Hanya saja kami harus menambah setiap hari 3 halaman dan muroja'ah lebih banyak. Ditambah Tahsin bacaan Alquran setiap ba'da isya. Pada awalnya kehidupan di ma'had tahfid tidak begitu berat, biasa saja. Lama kelamaan kami mulai kesulitan, sering merasa pusing, jenuh, apalagi kalau kita belum bisa setor hafalan.

 
                          Suatu hari, syaikh pernah menanyakan “siapa yang hari ini belum setor hafalan?” Maka beberapa dari kami yang belum setor mengangkat tangan. Termasuk aku.

 
“Yang belum setor hari ini tidak boleh makan sore” tegas beliau.

 Pada saat itu, makan malam dimajukan hingga sore hari, itu tandanya, kalau kami tidak setor, maka kami akan kelaparan sepanjang malam. 

Syaikh berkata lagi “yang sudah hafal, maju kedepan.”

 kami semua ragu, hafalan kami belum mutqin. Kalau kita salah atau lupa sekali saja, kita diteriaki “Rruuh anta”, dari pada malu, lebih baik kami tetap duduk dan menghafal sampai benar benar hafal. 

(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar